Selasa, 22 Desember 2009

BOLA PANAS CENTURY

Dias Satria SE., M.App.Ec

Dosen Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Brawijaya

Belum tuntas dengan kasus Bibit dan Candra, kini Bola api Bank Century mulai menggelinding. Berbagai elemen dan kelompok masyarakat serta DPR kian giat mengungkap dan memperkarakan masalah ini ke ranah politik dan hukum. Pernyataan akademisi dan ekonom tentu kian usang dimakan taktisnya pernyataan-pernyataan politis. Namun untuk mengimbangi kasus ini secara proporsional, kasus ini secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, Dalam kasus Bank Century dapat dilihat secara jelas bahwa titik permasalahannya ada pada mismanagement internal yang secara aktif melanggar ketentuan prinsip kehati-hatian hingga mengakibatkan kerugian dan tergerusnya modal, hingga mencapai CAR terendah mencapai titik 3%. Dalam hal ini jelas bahwa Bank Century telah melakukkan aktivitas keuangan diluar batas kewajaran, dengan melakukkan transaksi yang bersifat spekulatif di pasar keuangan.

Kedua, permasalahan selanjutnya dalam Bank Century adalah ketika Bank Indonesia dan Pemerintah tengah melakukkan injeksi bantuan likuiditas untuk membantu proses Recovery bank Century, para shareholder atau pemilik Modal Bank tersebut ramai-ramai melarikan uang tersebut ke Luar Negri.

Modus kejahatan perbankan ini persis seperti apa yang terjadi di tahun 1997 yang menyebabkan kerugian Negara hingga 700 Triliun. Dimana mismanagement perbankan pada saat itu disebabkan karena perbankan nasional sedang giat-giatnya meningkatkan posisi hutang luar negri guna menikmati perbedaan suku bunga yang besar dan stabilnya nilai tukar rupiah terhadap US Dollar. Keadaan ini yang selanjutnya disebut sebagai Overborrowing atau peminjaman yang berlebihan, sehingga ketika terjadi krisis moneter yang menyebabkan kurs anjlok berlipat-lipat, mereka kemudian terjerat hutang luar negri yang mematikan. Dalam kasus ini jelas mendorong BI untuk menginjeksi bantuan likuiditas guna mengamankan system keuangan dan system pembayaran dari hancurnya system perbankan (resiko sistemik). Namun ketika BI sudah menginjeksi dana tersebut, para pemilik modal yang banknya tersangkut masalah keuangan mulai kabur dan melarikan bantuan likuiditas BI.

Dalam kasus ini maka Kasus Bank Century hendaknya dilihat juga secara seimbang, secara ekonomi. Karena belakangan opini-opini kriminalisasi, politik dan hukumlah yang kerap mencuat dan difahami publik. Dalam kesempatan ini maka pandangan-pandangan secara ekonomi akan diungkapkan secara sederhana untuk menjelaskan kasus Bank Century.

Pertama, Bail Out Bank Sentral terhadap suatu bank tidak didasarkan pada apakah pemilik Bank tersebut memiliki record baik atau buruk, namun lebih didasarkan pada apakah kebankrutan tersebut menimbulkan masalah sistemik atau tidak. Dalam kasus ini tentu pertimbangan BI tidak terpengaruh pada mismanagement yang dilakukkan Bank Century sebelumnya, karena hal tersebut tidaklah urgent dipertimbangkan demi penyelamatan sisten perbankan dan sektor riil. Konteks Sistemik yang dimaksud adalah bahwa kebankrutan Bank Century dapat mentrigger krisis keuangan pada lembaga keuangan lainnya, baik secara langsung (Hubungan pinjaman atau connected lending) maupun mempengaruhi psikologis pasar keuangan secara umum (tidak langsung).

Kedua, dalam kondisi rentan krisis seperti yang terjadi saat ini “semua hal sangat mungkin terjadi” termasuk kejadian yang lebih parah yaitu: resiko sistemik dan krisis perbankan. Oleh karena itu pertimbangan untuk melakukkan Bail out menjadi pilihan yang cukup dilematis bagi Bank Sentral. Disatu sisi kebijakan ini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya krisis perbankan, namun disisi lain Bail Out bisa diartikan sebagai implicit guarantee Bank Sentral pada siapapun pemilik Banknya.

Jangan mudah bermain kata-kata dan mempermainkan fakta

Permasalahan Bank Century hendaknya dapat diantisipasi secara arif oleh masyarakat Indonesia. Tentu ini merupakan pelajaran berharga dalam proses perjalanan bangsa ini kedepan, bahwa tindakan apapun harus dipertanggung jawabkan baik secara hukum, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Namun kita perlu lebih arif melihat sebuah masalah dan tidak mempermainkan fakta-fakta ini guna kepentingan kelompok dan keuntungan sesaat.

Bank Century saat ini tengah menjalani proses hukum, dan harus kita hargai bagaimana keputusan pengadilan karena penegakkan hukum “Law Enforcement” kian membaik di Negara ini. Namun sekali lagi, jangan pernah mempersempit ruang gerak ekonomi pemerintah untuk memajukan perekonomian domestik karena serangkaian masalah-masalah yang kian tidak proporsial dipermasalahkan, telah banyak berpengaruh pada perekonomian domestik. Masih banyak masalah-masalah ekonomi Bangsa ini yang lebih urgent untuk diselesaikan mulai permasalahan kemiskinan kronis, pertanian yang terpuruk, investasi yang stagnan dan masa depan ekonomi yang kian tidak jelas. Mari kita juga meluangkan fikiran kita untuk menolong ekonomi bangsa ini lebih maju dan siap dalam pertarungan ekonomi 2010 dalam ASEAN FREE TRADE AREA dan perdagangan bebas WTO (WORLD TRADE AREA).

Rekomendasi Kebijakan

Masalah dalam dunia perbankan sangat erat kaitannya dengan era globalisasi keuangan yang semakin pesat, disisi lain tuntutan untuk mempertahankan diri dalam kompetisi yang ketat juga kian muncul. Dalam Kasus Bank Century menjelaskan bahwa tingginya kompetisi perbankan dan era globalisasi keuangan (majunya pasar-pasar keuangan dan instrument keuangan) mendorong Bank-Bank Kecil seperti Bank Century untuk mencari keuntungan lain diluar aktivitas normal perbankan. Hal ini disebabkan karena tingginya kompetisi perbankan telah menggeser keuntungan perbankan, sehingga mereka berusaha mencari keuntungan lain dengan kompensasi resiko yang tinggi. Dalam konteks ini “JUJUR” bahwa Bank Indonesia tidak berhasil untuk melakukkan proses pengawasan yang ketat dan penhaturan kompetisi yang sehat. Bahkan di era resesi ekonomi semasa 2006-2008, BI seharusnya lebih “awas” terhadap transaksi-transaksi spekulatif yang dilakukkan oleh perbankan.

Dalam penanganan Bail Out, kriteria yang “rigid” memang perlu untuk diimplementasikan. Bahkan di saat krisis dan resesi kriteria Bail Out perlu di “Open” baik oleh Bank Indonesia maupun pemerintah. “Pandangan positif saya” Yang terjadi saat ini adalah setiap institusi yang ada melakukkan pengamanan system keuangan dengan kriteria yang difahami sendiri. Sehingga ketika mereka mengeksekusi Bail Out dengan dana yang besar (6,7 T), wajar banyak pihak yang mempertanyakan hal tersebut.

Dalam konteks ini ada beberapa hal yang harus dilakukkan:

Pertama, Bank Indonesia dan Pemerintah harus merumuskan sebuah kriteria dan tahapan “rigid” atas proses “Bail Out” baik dalam keadaan krisis maupun tidak krisis.

Kedua, Pengawasan aktivitas keuangan perbankan perlu ditingkatkan lagi, khususnya pada lembaga perbankan berasset rendah. Ada indikasi bank-bank tersebut luput dari pengawasan BI karena keaktifannya dalam permainan di pasar uang (spekulatif).

Ketiga, Revitalisasi intermediasi perbankan perlu dilakukkan oleh Bank Indonesia, melihat kecenderungan saat ini bahwa inovasi keuangan bank makin giat dilahirkan sejalan dengan permintaan pasar dan gaya hidup yang juga besar (Kartu Kredit, Kredit Konsumtif dll). Fenomena ini tentu harus dibatasi oleh BI karena hal tersebut sedikit sekali memberikan impact positif bagi pembangunan ekonomi secara utuh.

Dengan pemahaman ini diharapkan mispersepsi dan konflik atas kasus-kasus ekonomi dapat teratasi dengan baik dan tidak berlarut-larut menggangu perekonomian domestik.

0 komentar: