Kamis, 14 Januari 2010

Tinjauan Kebijakan Moneter Trx IV 2009 BI

source : http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Kebijakan+Moneter/Tinjauan+Kebijakan+Moneter/LKM_trw409.htm

Tinjauan Umum

Perekonomian Indonesia di tahun 2009 menunjukkan daya tahan yang cukup kuat di tengah krisis ekonomi global. Hal ini tercermin oleh tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sampai dengan triwulan III-2009 masih mampu tumbuh di atas 4%. Dan untuk keseluruhan tahun 2009, Bank Indonesia memperkirakan perekonomian Indonesia dapat tumbuh sebesar 4,3%. Ke depan, untuk tahun 2010 dan 2011, perekonomian Indonesia diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi sejalan dengan tingkat pemulihan perekonomian dunia yang lebih baik, semakin kondusifnya pasar keuangan dan perbankan yang dibarengi dengan terjaganya kondisi fundamental domestik. Perekonomian Indonesia di tahun 2010 diperkirakan akan tumbuh mencapai kisaran 5,0-5,5% dan pada tahun 2011 menjadi 6,0-6,5%.

Di sisi perekonomian global, Bank Indonesia memandang bahwa proses pemulihan ekonomi global masih terus berlanjut. Pemulihan tersebut bahkan dirasakan semakin kuat dan merata terjadi di berbagai negara dan sektor ekonomi. Berbagai kebijakan yang ditempuh oleh otoritas fiskal dan moneter selama tahun 2009 telah mampu menahan kejatuhan perekonomian dunia yang lebih dalam. Tanda-tanda pemulihan kondisi perekonomian menguat mulai dirasakan sejak triwulan II-2009. Motor penggerak perekonomian dunia untuk dapat terus bertumbuh di tengah krisis adalah perekonomian di kawasan Asia, seperti China, Korea, dan India. Dampak positif membaiknya kinerja ekonomi negara-negara tersebut dirasakan oleh negara lain di kawasan, termasuk Indonesia, melalui meningkatnya permintaan barang-barang ekspor. Lebih lanjut, paket stimulus yang diluncurkan pemerintah di negara maju yang disertai dengan membaiknya sumber pembiayaan dari perbankan dan tingkat keyakinan konsumen, mendukung perbaikan konsumsi sejak paruh kedua tahun 2009. Meski demikian, proses pemulihan ekonomi global masih dibayangi oleh berbagai faktor risiko. Beberapa risiko tersebut diantaranya berkaitan dengan masih tingginya tingkat pengangguran serta realisasi defisit fiskal di Amerika Serikat yang cukup tinggi sehingga menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar terkait dengan kesinambungan operasi keuangan AS.

Perbaikan pada perekonomian global juga masih tercermin pada pasar keuangan global yang menunjukkan perkembangan positif. Meski di awal tahun intensitas tekanan di pasar keuangan global masih tinggi, di akhir tahun 2009 tekanan tersebut mulai mereda. Hal ini didukung oleh optimisme terkait terus berlangsungnya pemulihan ekonomi global dan membaiknya kinerja lembaga keuangan di negara maju. Berbagai perkembangan tersebut telah menumbuhkan persepsi positif sehingga mendorong kenaikan harga aset di pasar keuangan global sejak triwulan II-2009. Optimisme terhadap kondisi ekonomi global tersebut mendorong kinerja pasar keuangan dunia yang semakin baik. Indeks harga di pasar saham global meningkat, sementara persepsi risiko terhadap aset pasar keuangan, baik di negara maju maupun emerging markets, juga membaik sebagaimana tercermin pada credit default swaps (CDS) yang menurun.

Berbagai dinamika perekonomian global selama tahun 2009 telah memberikan warna pada perkembangan ekonomi Indonesia. Pemulihan yang terjadi di perekonomian global, bangkitnya ekonomi China dan India, serta kebijakan makroekonomi yang berhati-hati di dalam negeri telah memberi dampak positif pada perekonomian Indonesia. Di wilayah kawasan, Indonesia merupakan negara yang menjadi “flavour of the day” karena daya tahan perekonomiannya sepanjang tahun 2009 di tengah-tengah krisis global. Tumbuhnya perekonomian Indonesia tersebut terutama didukung oleh kuatnya permintaan domestik. Ekspansi ekonomi domestik pada periode tersebut lebih didukung oleh pengeluaran konsumsi akibat tingginya pengeluaran terkait penyelenggaraan Pemilu, rendahnya inflasi, serta berbagai stimulus fiskal untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan pengurangan pajak. Sementara itu, seiring dengan proses pemulihan ekonomi dunia yang terus berlanjut dan semakin merata, serta harga komoditas global yang meningkat, kinerja ekspor Indonesia menunjukkan perbaikan. Dengan berbagai perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan 2009 diprakirakan mencapai 4,3%.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik selama tahun 2009 tersebut juga terkonfirmasi oleh hasil asesmen perekonomian daerah yang dilakukan Bank Indonesia. Secara umum, perekonomian daerah selama tahun 2009 masih menunjukkan kuatnya konsumsi dan ekspor sejalan meningkatnya permintaan produk primer dari China, India dan Korea Selatan. Peningkatan ekspor dari wilayah Sumatera dan Kali-Sulampua (Kalimantan-Sulawesi-Maluku-Papua) terutama berasal dari komoditas karet, nikel, batubara dan CPO. Membaiknya ekonomi daerah tersebut juga tidak terlepas dari masih kuatnya konsumsi domestik terutama di Jabalnustra, Jakarta dan mulai pulihnya aktivitas ekspor, khususnya untuk komoditas perkebunan dan pertambangan dari Kali-Sulampua dan Sumatera, seiring dengan pulihnya ekonomi dunia. Sementara itu, realisasi stimulus fiskal telah mencapai 36,2% dan realisasi belanja modal APBD di Kali-Sulampua dan Jakarta, atau meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2008. Hal ini memberi sedikit dampak pada membaiknya pertumbuhan investasi di daerah, meski masih minimal. Di sisi lain, masih kuatnya konsumsi domestik dan membaiknya ekspor komoditas primer telah direspons oleh meningkatnya aktivitas sektor utama di daerah, yaitu pertanian di Jabalnustra dan Sumatera, pertambangan di Kali-Sulampua serta sektor tersier di Jabalnustra dan Jakarta. Selama tahun 2009, meskipun menghadapi terpaan krisis global, kombinasi ekonomi antara daerah yang berorientasi domestik di Jabalnustra dan Jakarta serta daerah yang berorientasi ekspor di Sumatera dan Kali-Sulampua telah mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi nasional daerah pada level yang lebih baik.
Di sisi harga, perekonomian Indonesia di tahun 2009 ditandai oleh tekanan inflasi yang rendah. Inflasi November tercatat sebesar -0,03% (mtm), atau menurun dibandingkan bulan sebelumnya (0,19%). Deflasi pada bulan November terutama terkait dengan kembali terkoreksinya harga barang kebutuhan pokok. Secara tahunan inflasi IHK menurun dibandingkan bulan sebelumnya menjadi sebesar 2,41% (yoy). Dari sisi non fundamental, terjaganya pasokan domestik, lancarnya distribusi, dan harga komoditas internasional yang masih relatif rendah mendukung penurunan inflasi volatile food. Di kelompok administered prices, penurunan tekanan inflasi yang cukup tajam terkait dengan kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga bahan bakar minyak di awal tahun. Dari sisi fundamental, penurunan tekanan inflasi terkait dengan faktor eksternal, yaitu penurunan inflasi mitra dagang dan nilai tukar yang cenderung apresiasi, serta menurunnya ekspektasi inflasi masyarakat. Mencermati perkembangan tersebut, inflasi tahun 2009 berpotensi lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,9% (y-o-y).

Kinerja Neraca pembayaran Indonesia (NPI) selama tahun 2009 membaik sejalan dengan perkembangan global yang kondusif. Perbaikan tersebut ditopang oleh kinerja transaksi berjalan yang membaik sejalan dengan terus menguatnya pemulihan ekonomi global. Selain itu, berlanjutnya kenaikan harga komoditas ekspor Indonesia, terutama komoditas berbasis sumber daya alam, turut mendukung perbaikan transaksi berjalan. Surplus transaksi berjalan juga diprakirakan tetap meningkat di tengah meningkatnya impor nonmigas. Sementara itu, optimisme pemulihan ekonomi global, yang disertai dengan membaiknya persepsi risiko terhadap negara emerging markets diprakirakan dapat menjaga kelangsungan arus masuk modal asing. Sejalan dengan perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia tersebut, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir November 2009 tercatat sebesar USD 65,84 miliar atau setara dengan 6,5 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah.

Membaiknya kinerja Neraca Pembayaran Indonesia berdampak pada kestabilan nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2009. Secara keseluruhan tahun, rupiah bergerak dengan kecenderungan menguat. Persepsi positif di kalangan investor global terhadap ekonomi domestik telah meningkatkan selera risiko (risk appetite) dari investor global terhadap aset pasar keuangan dalam negeri. Hal ini mendorong aliran masuk modal asing terus masuk ke pasar keuangan Indonesia. Dengan kondisi tersebut, nilai tukar rupiah mulai mengalami apresiasi sejak triwulan II-2009 dan mencapai level Rp9.445 per dolar AS pada akhir November atau menguat 15,3% (p-t-p) dari level Rp10.900 per dolar AS di akhir tahun 2008.

Di pasar keuangan domestik, berbagai perkembangan perekonomian tersebut telah memberikan dampak positif. Transmisi kebijakan moneter juga membaik yang tercermin pada respons suku bunga pasar uang dan perbankan pada BI Rate. Di pasar obligasi, transmisi kebijakan moneter tercermin pada penurunan yield SUN untuk seluruh tenornya dengan tenor jangka pendek mencatat penurunan yield yang paling besar. Meski demikian, untuk tenor jangka panjang, transmisi kebijakan masih cenderung lebih terhambat. Hal ini mengindikasikan persepsi risiko dari para investor jangka panjang yang relatif belum optimal terhadap ekspektasi inflasi dan prospek sustainabilitas fiskal. Di pasar saham, indeks harga menunjukkan peningkatan. Kebijakan moneter Bank Indonesia yang diimbangi oleh pemulihan ekonomi global, telah meningkatkan minat asing pada aset di pasar keuangan emerging markets, serta indikator makro-mikro ekonomi domestik yang cukup kondusif mendorong kinerja IHSG untuk tumbuh lebih baik.

Di pasar uang, transmisi suku bunga di pasar uang antar bank (PUAB) semakin menunjukkan perbaikan. Suku bunga di PUAB overnight (O/N) bergerak di sekitar BI Rate seiring dengan diubahnya sasaran operasional kebijakan moneter ke PUAB O/N sejak Juli 2008. Penurunan tersebut juga diikuti oleh suku bunga PUAB untuk tenor di atas O/N. Transmisi BI Rate ke suku bunga deposito juga telah menunjukkan perbaikan. Sepanjang tahun 2009 suku bunga deposito 1 bulan menurun sebesar 337bps, atau lebih besar dari penurunan BI Rate sebesar 275bps. Dibandingkan dengan periode penurunan BI Rate di tahun 2006, respons suku bunga deposito terhadap penurunan BI Rate juga menunjukkan perbaikan. Di sisi suku bunga kredit, respons penurunan BI Rate mengalami perbaikan perlahan dan secara lebih terbatas. Selama tahun 2009, suku bunga kredit secara agregat (rata-rata suku bunga KMK, KI, dan KK) menurun sebesar 76 bps. Terbatasnya respon suku bunga kredit tersebut terkait dengan berbagai faktor, antara lain seperti persepsi risiko perbankan terhadap kesinambungan sektor riil yang masih tinggi. Terbatasnya respons perbankan tersebut menyebabkan sumber pembiayaan perbankan tumbuh rendah. Hingga Oktober 2009, pertambahan kredit (termasuk channeling) baru mencatat pertumbuhan 4,2% (y-t-d), jauh lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu.

Ke depan, prospek perekonomian domestik di tahun 2009 dan tahun 2010 berpotensi lebih baik dari perkiraan semula. Hal ini juga diperkirakan akan terus berlanjut di tahun 2011. Faktor-faktor yang mendukung perbaikan tersebut adalah kondisi eksternal yang lebih kondusif berupa pemulihan ekonomi dunia yang lebih cepat dari perkiraan semula, serta kondisi domestik yang tetap terjaga dengan dukungan konsumsi rumah tangga yang tetap kuat. Penguatan ekspor yang terjadi sejak akhir triwulan I-2009 diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan pemulihan kondisi ekonomi dunia. Selain akibat perbaikan ekonomi dunia, akselerasi pertumbuhan ekspor juga didukung oleh karakteristik barang ekspor Indonesia yang berbasis komoditas primer yang mengalami pemulihan yang cukup cepat sejalan dengan perbaikan permintaan di negara-negara mitra dagang. Di sisi domestik, meskipun tidak setinggi selama periode Pemilu 2009, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diprakirakan tetap relatif kuat dan menjadi penyumbang utama PDB. Kinerja konsumsi tersebut didukung oleh terjaganya tingkat keyakinan konsumen, perbaikan pendapatan akibat kinerja ekspor yang menguat, serta rendahnya laju inflasi. Dengan berbagai perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi di tahun 2010 diperkirakan mencapai 5,0-5,5%, sementara perekonomian Indonesia di tahun 2011 diperkirakan akan tumbuh mencapai 6,0-6,5%

Di sisi Neraca Pembayaran, prospek pemulihan ekonomi global akan berdampak positif terhadap Neraca Pembayaran Indonesia di tahun 2010. Perbaikan kinerja NPI didukung baik oleh perbaikan transaksi berjalan maupun neraca transaksi modal dan finansial. Pemulihan ekonomi dunia yang terus berlanjut yang disertai dengan berlanjutnya kenaikan harga komoditas dunia akan mendorong penguatan kinerja ekspor. Impor nonmigas diprakirakan mulai meningkat sejak semester II-2009 sejalan dengan meningkatnya aktivitas perekonomian domestik. Di sisi transaksi modal dan finansial, perbaikan kinerja ditopang oleh kondisi domestik dan eksternal yang lebih kondusif dibandingkan prakiraan sebelumnya.

Di sisi inflasi, tren inflasi di tahun 2010 dan tahun 2011 diprakirakan akan kembali ke pola normalnya. Hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya gerak mesin perekonomian Indonesia yang tumbuh membaik. Oleh karena itu, selama tahun 2010 dan 2011, laju inflasi diprakirakan berada pada kisaran 5%±1%. Di sisi eksternal, prakiraan inflasi tersebut juga disumbang oleh peningkatan inflasi mitra dagang sejalan dengan prakiraan membaiknya ekonomi global dan meningkatnya harga-harga komoditas internasional. Sementara dari sisi domestik, tekanan inflasi juga diprakirakan berasal dari peningkatan harga-harga administered prices. Di sisi inflasi volatile food, gangguan pasokan akibat kemungkinan terjadinya El Nino diprakirakan hanya akan memberikan tekanan inflasi yang minimum.

Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut di atas dan mengingat bahwa tingkat suku bunga BI rate sebesar 6,50% masih konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi pada tahun 2010 sebesar 5%±1%, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 3 Desember 2009 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,50%. Stance kebijakan saat ini juga dipandang masih kondusif bagi proses pemulihan perekonomian dan intermediasi perbankan.

0 komentar: